Posted in

Cerita Hari Itu di Warungku

Cerita Hari Itu di Warungku
Cerita Hari Itu di Warungku

Astagfirullah… hari itu aku benar-benar dibuat tercengang.

Seperti biasa, aku jaga warung. Tiba-tiba terdengar suara keras di jalan depan—sebuah mobil bannya lepas! Lokasinya nggak jauh dari warungku. Aku sempat lihat dari kejauhan, tapi nggak terlalu ikut campur karena kupikir pemiliknya pasti akan segera datang.

Nggak lama, benar saja, seorang bapak datang ke warungku. Dengan nada agak terburu-buru, dia bilang, “Mbak, boleh pinjam motornya? Saya mau ambil dongkrak, soalnya dongkrak di bengkel sebelah nggak bisa dipakai.”

Aku terdiam sebentar. Lalu aku bilang pelan, “Maaf, Pak. Bukan saya nggak mau pinjamkan, tapi saya nggak kenal Bapak. Kalau yang ambil itu orang yang saya kenal, misalnya abang bengkel, saya nggak masalah.”

Tiba-tiba si bapak langsung ngomong begini, “Saya Pak Haji ini, rumah saya di bawah situ. Mobil saya di rumah ada enam.”

Aku masih tenang, dan kujawab, “Saya nggak masalah, Pak, Bapak punya berapa mobil. Tapi saya tetap nggak kenal Bapak. Kalau mau, silakan motornya dipakai oleh orang yang saya kenal.”

Eh, si Bapak langsung naik nada suaranya. Marah-marah. Dia bilang aku sombong, nggak mau nolong orang, nanti rejekiku seret. Aku diam. Nggak sanggup jawab apa-apa.

Sejak kejadian itu, tiap dia lewat depan warungku, dia teriak-teriak, “Sombong! Nggak mau nolong!” Seolah-olah aku yang jahat.

Aku cuma bisa istigfar. Ya Allah… Engkau Maha Tahu isi hati hamba-Mu. Aku nggak mau menilai orang, tapi aku juga punya tanggung jawab menjaga diri dan barangku. Apakah salah kalau aku berhati-hati?

Hari itu jadi pelajaran besar buatku: niat baik tidak selalu dipahami, dan tidak semua orang bisa menerima kata “tidak” dengan lapang dada.


Photo by Sardar Faizan on Unsplash