Posted in

Fitnah dari Mertua: Luka yang Tak Terlihat, Tapi Terasa

Fitnah dari Mertua: Luka yang Tak Terlihat, Tapi Terasa
Fitnah dari Mertua: Luka yang Tak Terlihat, Tapi Terasa

Beberapa hari yang lalu, hidupku mendadak penuh drama setelah sebuah utas lama yang pernah aku unggah di Threads, entah bagaimana, kembali ke permukaan. Ternyata, salah satu keluarga dari pihak suamiku secara tidak sengaja membacanya, menyimpan tangkapan layarnya, lalu mengirimkannya ke adik suamiku. Dan seperti efek domino, cerita itu pun sampai ke telinga mertuaku.

Tapi yang bikin aku benar-benar terkejut adalah “plot twist”-nya: aku akhirnya tahu siapa yang menyebarkan tangkapan layar itu. Begitu tahu, tanpa banyak pikir aku langsung menelepon dia. Awalnya aku cuma mau klarifikasi. Tapi jawaban dia malah bikin darahku mendidih.

Dengan santainya dia berkata,
“Eh Mbak, kamu tuh enak udah dibeliin mobil, biaya hidup kamu sama anak juga ditanggung mertua, kok masih bikin utas kayak gitu? Apa nggak malu?”

Aku bener-bener kaget. Emosiku meledak. Gimana bisa mertua menyebar cerita seperti itu ke keluarganya? Yang lebih menyakitkan, ternyata selama ini mertua memfitnahku dan suamiku — bilang ke sana-sini kalau semua kebutuhan hidup kami ditanggung olehnya.

Padahal, itu semua bohong. Mobil kami beli sendiri, cash, tanpa satu rupiah pun dari dia. Bahkan untuk beliin cucunya baju aja nggak pernah. Semua biaya hidup kami tanggung sendiri, dan kalau ada yang bantu ya keluarga dari pihakku. Rumah yang kami tempati pun adalah rumah orangtuaku.

Tapi di luar sana, mertua membangun narasi seolah-olah dia penopang hidup kami. Nggak heran kalau keluarga besar suamiku selama ini meremehkan kami. Mereka kira aku cuma numpang hidup, bikin anak, lalu ongkang-ongkang kaki di rumah.

Luka yang paling dalam bukan cuma karena fitnah itu, tapi karena harga diriku dan keluargaku diinjak-injak. Aku sampai telepon beberapa orang untuk konfirmasi, dan semua info itu ternyata benar. Bahkan di lingkungan tempat tinggal mertua, nama suamiku jadi buruk karena kebiasaan mertua meminjam uang atas nama anaknya. Kadang bilang,
“Aku pinjam 5 juta ya, buat anakku, soalnya dia butuh.”

Padahal, kami sama sekali nggak tahu soal itu.

Dan aku baru sadar, mungkin ini sebabnya hubungan kami memang sudah renggang sejak tahun lalu. Sejak aku tahu, diam-diam mertua sering mempengaruhi suamiku untuk tidak nurut dan tidak menghargai pendapatku. Seakan-akan dalam rumah tangga ini, suamiku harus tunduk sepenuhnya pada orangtuanya, bukan berbagi keputusan denganku sebagai pasangannya.

Aku sampai nggak fokus kerja, harus menenangkan diri di toilet hanya untuk kembali mengendalikan hati dan pikiranku. Perasaanku campur aduk: marah, sedih, kecewa, dan merasa sangat tidak dihargai.

Kalau kamu ada di posisiku, apa kamu juga marah?
Aku pikir, aku berhak marah. Karena yang dilukai bukan cuma aku, tapi juga keluargaku yang sudah banyak berkorban untuk kami. Kami bukan numpang hidup, kami berjuang. Dan fitnah ini benar-benar menusuk hati.

Kalau ada yang bilang karma itu nyata, mungkin benar. Sekarang mertua sedang sakit stroke, tak bisa berjalan. Bukan aku yang mendoakan, tapi mungkin semesta tak tinggal diam saat seseorang terus menyebar fitnah yang menyakiti anak dan menantunya sendiri.


Photo by Emile Guillemot on Unsplash