Posted in

Rumah Bukan Tempat Pulang

Rumah Bukan Tempat Pulang
Rumah Bukan Tempat Pulang

Rina menikah dengan Dafa di usia yang cukup muda. Awalnya, hidup terasa menjanjikan. Dafa bekerja sebagai karyawan swasta, dan Rina sedang mengandung anak pertama mereka. Namun tak lama setelah kehamilannya memasuki trimester kedua, Dafa di-PHK. Tekanan ekonomi memaksa mereka menumpang di rumah orangtua Dafa.

“Di rumah sini enak, tinggal makan, nggak usah mikir beras sama lauk,” kata Bu Lastri sambil menyindir Rina di meja makan.

Rina menelan ludah. Sudah sebulan dia tinggal di rumah itu. Setiap hari ia menyapu, mencuci, mengasuh kandungannya yang semakin besar, namun tetap dianggap pemalas.

Ketika Nanda lahir, keadaan makin buruk. Warna kulit Nanda yang lebih gelap dijadikan bahan ejekan.
“Anaknya item. Jangan-jangan bukan anaknya Dafa,” celetuk salah satu kerabat yang datang menjenguk.
Rina hanya bisa menangis diam-diam di kamar, menatap bayi kecilnya yang menangis kelaparan karena ASI-nya tak keluar lancar akibat stres.

Suatu hari, Rina melihat Dafa tersenyum sendiri saat main HP. Dia curiga. Setelah dicek, benar saja—suaminya kembali berhubungan dengan mantan selingkuhannya.

“Kenapa kamu masih hubungi dia, Fa?” tanya Rina dengan suara gemetar.
“Kamu jangan lebay! Aku capek tiap hari kerja, kamu malah ribut!”
Suara Dafa meninggi, dan Rina hanya bisa memeluk Nanda yang mulai menangis.

Rina sempat mengusulkan untuk tinggal terpisah, ngontrak rumah kecil agar bisa bernapas. Tapi keluarga Dafa mencapnya boros, tidak tahu diri, bahkan tidak pantas jadi istri.
“Suamimu banting tulang, kamu malah minta keluar dari rumah ini? Egois!” kata Bu Lastri.

Akhirnya, Rina menyerah. Ia kembali ke rumah orangtuanya dengan alasan ingin bekerja agar bisa bantu ekonomi. Tapi lagi-lagi, ia disalahkan.
“Anak masih kecil udah ditinggal kerja, kamu tega banget jadi ibu!” ucap mertuanya saat tahu.

Di tempat barunya, Rina mulai bekerja sebagai penjahit rumahan. Sambil merawat Nanda, ia belajar menjahit dan menjual hasilnya lewat online. Meski hidup sendiri berat, tapi untuk pertama kalinya, dia bisa bernapas tanpa caci maki.


Photo by Chelaxy Designs on Unsplash