Posted in

Ditinggalkan Saat Ekonomi Memburuk

Ditinggalkan Saat Ekonomi Memburuk
Ditinggalkan Saat Ekonomi Memburuk

Malam ini aku cuma ingin bicara. Entah harus ke siapa lagi aku bercerita, jadi aku tulis semua di sini—semoga hatiku sedikit lebih lega.

Aku ditinggalkan istriku, kami pisah ranjang sejak ekonomi keluargaku jatuh. Aku waktu itu sedang ngerjain proyek borongan, tapi uangnya tak kunjung cair. Padahal aku sudah kerja keras, berharap hasilnya bisa menutupi kebutuhan rumah tangga kami. Tapi yang datang justru musibah. Ekonomi anjlok, aku gak bisa kasih cukup nafkah, dan itu jadi awal kehancuran rumah tanggaku.

Aku pulang ke rumah mertuaku dengan niat baik—mau diskusi, mau cari jalan keluar. Tapi yang kuterima justru penolakan. Aku diusir. Tak ada satu pun dari mereka yang membuka ruang untuk bicara, termasuk orang tua dan keluarga istri. Aku merasa sendirian. Istriku yang sedang hamil besar juga tetap memilih menjauh, dan sampai sekarang kami masih pisah ranjang.

Aku diuji dari segala sisi—usahaku di bengkel las sedang jatuh, rumah tanggaku retak, dan bahkan keluargaku sendiri menutup mata. Mereka tak bertanya, tak peduli. Aku tidak punya tempat untuk bersandar atau sekadar meluapkan rasa.

Tapi aku masih punya harapan. Aku ingin semuanya membaik. Aku ingin rumah tanggaku kembali utuh. Aku ingin usahaku bangkit dan bisa menafkahi keluargaku dengan layak. Aku ingin pulih, lahir dan batin.

Aku cuma minta satu hal sekarang: kekuatan untuk bertahan dan sedikit keajaiban agar semua kembali seperti dulu—atau bahkan lebih baik.


Photo by Jason Dent on Unsplash