Posted in

Laras: Menjadi Kosong, Tetap Bertahan

Laras: Menjadi Kosong, Tetap Bertahan
Laras: Menjadi Kosong, Tetap Bertahan

Aku ingin berbagi sebuah kisah nyata. Kisah ini bukan hanya tentang pernikahan, tapi tentang kekuatan perempuan saat diuji oleh harapan yang tak kunjung datang. Namanya Laras. Teman SD-ku. Dan aku menulis ini dengan izin darinya.

Laras telah menikah dengan Dimas selama hampir 14 tahun. Rumah tangga mereka terlihat tenang dan penuh kehangatan. Saling menyayangi, saling menghormati. Tapi satu hal belum pernah hadir di antara mereka: seorang anak.

Laras sudah merasakan sesuatu yang berbeda sejak masa remaja. Siklus haidnya tak pernah teratur. Kadang datang dua bulan sekali, kadang lebih lama. Setelah menikah, mereka menempuh berbagai pengobatan dan pemeriksaan. Dan hasilnya: masalah ada di tubuh Laras.

Namun Laras bukan perempuan yang mudah menyerah. Ia mencoba semua jalur: medis, herbal, hingga spiritual. Ia relakan tubuhnya menjalani suntikan, obat-obatan, ritual-ritual penyembuhan, bahkan menahan rasa sakit fisik dan batin. Tapi lama-lama, tubuhnya lelah. Mentalnya mulai goyah. Dan hatinya… semakin hampa.

Suatu malam, Laras berkata dengan suara pelan,
“Mas, bagaimana kalau kita adopsi anak? Biar rumah ini gak sepi.”

Dimas terdiam. Lama. Wajahnya tak bisa dibaca. Lalu ia berkata,
“Aku ingin anak dari darah dagingku sendiri, Las.”
Dan kalimat setelahnya seperti badai yang mengguncang jiwa:
“Aku minta izin… untuk menikah lagi.
Kalau dari istri keduaku nanti ada anak, aku ingin anak itu kita besarkan bersama. Kamu dan aku. Di rumah ini.”

Laras membisu. Bukan karena tak mengerti. Tapi karena merasa dirinya hanyalah ruang kosong. Yang bahkan untuk menjadi ibu dari anak perempuan lain pun, ia masih diminta tetap tinggal dan kuat.

Apa itu cinta, jika setelah segala usaha dan luka, yang tetap dicari hanyalah warisan genetik?
Apa itu kesetiaan, jika saat hidup tak sempurna, satu pihak dibiarkan menanggung luka sendiri?

Laras belum menjawab. Ia sedang menyusun ulang serpihan hatinya. Karena bagi perempuan, pilihan hidup tak selalu tentang cinta atau tidak cinta. Tapi tentang apakah ia masih sanggup bertahan… atau saatnya belajar untuk merelakan.

Untukmu yang sedang berjuang mendapatkan buah hati, peluk dari jauh.
Dan untukmu yang mendampingi pasangan dalam ikhtiar panjang ini, semoga kau cukup bijak untuk tak menambah luka… bahkan saat harapan tak sesuai rencana.


Photo by Josh Withers on Unsplash