Posted in

Lemari Rahasia Anton

Lemari Rahasia Anton
Lemari Rahasia Anton

Hari itu suasana sekolah sedikit riuh. Bukan karena ulangan mendadak atau guru baru yang galak, tapi karena satu kabar menyebar cepat: Anton kecelakaan sepulang sekolah.

Untungnya, kecelakaannya tidak parah. Cuma tersenggol angkot saat ngebut mau ngejar nasi goreng langganan. Tapi tetap saja, warga sekitar manggil polisi karena Anton tergeletak sambil megang dengkul, ngaduh-ngaduh seperti pemeran sinetron jam 12 siang.

Polisi datang, prosedur dijalankan. Surat-surat diperiksa.

“Mana STNK motornya, Dek?” tanya Pak Polisi.

Dengan muka sedikit pucat, Anton menjawab pelan, “Di kos, Pak… di lemari.”

Kami semua—aku, Doni, dan Ucup—langsung nengok ke arah Anton hampir bersamaan. Kos Anton cuma lima menit jalan kaki dari sekolah. Tapi dia kelihatan nggak rela ngasih akses.

“Ya udah, kasih aja kuncinya. Gue ambilin,” kataku sambil narik tas Anton pelan.

Anton geleng pelan. “Nggak usah, besok juga bisa.”

“Lha, ini urusan STNK, Ton. Bukan jemuran. Polisi nungguin,” Doni ikut nimbrung.

Anton mulai berkeringat, padahal udaranya dingin, mendung-mendung romantis. Saking curiganya, aku desak lagi, “Kalau memang di lemari, kasih aja kuncinya. Gue ambil bareng Ucup.”

Setelah negosiasi panjang, rayuan maut, dan sedikit ancaman akan bilang ke guru BK kalau dia kabur pelajaran kimia kemarin, akhirnya… Anton menyerah.

Dengan tangan gemetar, dia buka dompetnya. Diambilnya gantungan kunci kecil berbentuk Doraemon dan dia serahkan padaku, “Lemari kayu, bagian bawah, STNK di map biru.”

Aku dan Ucup langsung meluncur ke kos Anton.


Begitu sampai, kami disambut pintu kamar yang penuh stiker band metal dan aroma semangat remaja yang khas. Kami buka pintu, lalu buka lemarinya.

Benar saja, ada map biru di dalamnya.

Tapi… bukan itu yang pertama menarik perhatian kami.

Ada tumpukan buku stensil lusuh berjudul aneh-aneh, majalah dengan cover mencolok, dan beberapa DVD bajakan berlabel “18+” yang diselipkan rapi di balik celana training.

Aku dan Ucup saling pandang. Mulut kami terbuka, tapi nggak ada kata keluar.

“TONNN… KOLEKTOR JUGA KAU YA!!” teriak Ucup sambil ketawa ngakak.

Aku udah kebayang muka Anton pas nanti kami balik dan laporin ini ke anak-anak.