Posted in

Tiga Kisah di Dating App

Tiga Kisah di Dating App
Tiga Kisah di Dating App

Aku tidak pernah menyangka bahwa mencoba peruntungan di dating app akan membawaku pada tiga pengalaman yang begitu berbeda. Setiap cerita meninggalkan bekas, ada yang manis, ada yang pahit, dan ada yang… well, biasa saja.

Pertama: Lelaki dengan Minyak Kayu Putih
Aku mengenalnya di sebuah aplikasi kencan. Dari awal obrolan, dia sudah berbeda—sopan, enak diajak bicara, dan suaranya lembut. Dia perhatian, bahkan saat pertama kali ketemu, aku tiba-tiba mules karena grogi. Tanpa banyak bicara, dia mengeluarkan minyak kayu putih dari tasnya. “Ini, mungkin bisa bantu,” katanya sambil tersenyum.

Dia dewasa, usianya mendekati 40 tahun, masih single, dan benar-benar gentleman. Tak pernah sekalipun dia mengeluarkan kata-kata yang membuatku tidak nyaman. Aku sempat berpikir, “Ini dia, tipe lelaki yang selama ini aku cari.”

Tapi sayang, setelah beberapa lama mengobrol, komunikasi kami berhenti begitu saja. Mungkin kami kehabisan topik, atau mungkin memang takdirnya hanya sampai di situ.

Kedua: Dunia yang Terlalu Sempit
Cowok kedua ini awalnya terlihat menarik. Kami mulai ngobrol seru sampai akhirnya tukaran kontak WA. Yang unik, dia lebih suka telepon daripada chat. Suaranya asyik didengar, tapi entah mengapa, hatiku tak juga tertarik.

Yang bikin aku agak minder adalah latar belakang keluarganya. Kakaknya pegawai kantoran, adik-adiknya ada yang guru dan dokter. Sementara dia sendiri lulusan S1 Hukum, tapi sering bilang kalau dia “pengangguran”. Aku tak tahu apakah itu bercanda atau serius.

Masalahnya, dia jarang menghubungiku duluan. Aku yang selalu inisiatif nelpon, dan itu bikin gengsiku naik. “Kenapa harus aku yang ngejar?” pikirku. Akhirnya, hubungan kami berakhir cuma saling lihat story.

Ketiga: Love Bombing yang Membuatku Tidak Nyaman
Cowok ketiga usianya lebih muda setahun. Awalnya biasa saja, tapi dia terlalu cepat. Belum seminggu ngobrol, dia sudah manggil “sayang” dan langsung ngajak pacaran. Aku tipe orang yang butuh proses—kenal dulu, berteman, baru memutuskan lebih jauh.

Tapi dia seperti tak mengerti. Pesan-pesannya penuh pujian dan janji manis yang membuatku tidak nyaman. Ditambah lagi, aku masih belum sepenuhnya move on dari cowok pertama. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan luka, bukan langsung terjun ke hubungan baru.

Epilog
Tiga pengalaman berbeda, tiga pelajaran berharga. Mungkin dating app memang bukan tempat terbaik untuk mencari cinta sejatiku. Atau mungkin, aku hanya perlu lebih sabar. Yang pasti, aku memutuskan untuk berhenti sejenak, memulihkan diri, dan belajar dari setiap kisah yang telah terjadi.

Siapa tahu, suatu hari nanti, aku akan bertemu seseorang—bukan melalui layar ponsel, tapi di dunia nyata, dengan cerita yang lebih indah.


Photo by Typerium App on Unsplash