Posted in

Aku Lelaki yang Disakiti oleh Tiga Perempuan yang Mengaku Single, Padahal Sudah Menikah

Aku Lelaki yang Disakiti oleh Tiga Perempuan yang Mengaku Single
Aku Lelaki yang Disakiti oleh Tiga Perempuan yang Mengaku Single

Aku lelaki, usia 30 tahun, masih lajang. Awalnya aku berpikir, mungkin melalui media sosial aku bisa menemukan pasangan hidup yang cocok. Dan memang, aku sempat merasa menemukan harapan itu. Selama hampir setahun, aku menjalin komunikasi dengan seorang perempuan yang kukenal lewat medsos. Setiap hari kami chatting, telepon, bahkan video call berjam-jam. Rasanya seperti benar-benar punya seseorang yang hadir di hidupku.

Usahaku saat itu sedang mengalami kemajuan. Aku merasa percaya diri dan ingin membawa hubungan ini ke tahap yang lebih serius. Maka, kubelikan dia tiket agar bisa bertemu keluargaku. Saat aku minta KTP-nya untuk sekadar meyakinkan diri, dia bilang tertinggal di rumah. Aku percaya saja. Aku pikir, buat apa curiga pada seseorang yang selalu meluangkan waktu buatku setiap hari?

Aku juga percaya dia masih single. Rasanya mustahil seseorang yang sudah menikah bisa terus-menerus komunikasi dengan pria lain seperti itu. Tapi ternyata aku salah besar.

Setelah dia kembali ke daerah asalnya, barulah dia mengaku: dia sudah menikah dan punya seorang anak. Aku benar-benar gak habis pikir. Bagaimana mungkin suaminya tidak tahu? Kami sering telepon dan video call, bahkan kadang dari malam sampai dini hari. Semuanya terasa normal—tanpa gangguan, tanpa tanda-tanda mencurigakan.

Selama ini, saat aku melihat ada anak kecil bersamanya, dia bilang itu anak abangnya. Aku percaya saja. Ternyata itu anaknya sendiri. Anak yang bahkan belum berusia dua tahun. Aku benar-benar tertipu, bukan hanya oleh kata-katanya, tapi oleh kepercayaanku sendiri yang terlalu polos.

Kupikir, ya sudah… mungkin itu ujian. Aku coba bangkit, kenalan lagi dengan seseorang dari media sosial. Tapi lagi-lagi, kisah yang hampir sama terulang. Perempuan itu juga bilang single, tapi setelah kudalami, ternyata dia sudah punya dua anak dan seorang suami. Aku tanya baik-baik, jawabannya tetap: “Aku single.”

Dan yang ketiga, aku bertemu langsung dengan seorang perempuan di taman kota. Kami ngobrol dan bertukar kontak. Lagi-lagi dia bilang single. Tapi ternyata, dia memang belum resmi bercerai dari suaminya. Statusnya masih istri orang, hanya saja mereka pisah rumah. Aku hanya bisa menghela napas panjang.

Yang terus membekas di pikiranku adalah: kenapa mereka tidak jujur dari awal? Kenapa harus bohong tentang hal sepenting itu? Kalau memang sudah menikah atau punya anak, kenapa tidak disampaikan dengan terbuka? Bukankah lebih baik ditolak karena jujur daripada diterima karena dusta?

Aku tahu, tidak semua pria bisa menerima status seperti itu. Tapi sebagian dari kami, termasuk aku, tidak menjadikan status sebagai halangan. Aku hanya ingin kejujuran. Tapi sayangnya, kejujuran sering kali datang terlambat—setelah hati sudah terlanjur berharap.

Dan hal lain yang sulit adalah, kami para lelaki juga tidak mungkin secara langsung meminta cewek untuk menunjukkan KTP. Itu bisa dianggap kasar, gak sopan, bahkan pemaksaan. Jadi kami hanya bisa percaya—dan berharap kepercayaan itu tidak disalahgunakan.

Sekarang, aku hanya ingin bilang satu hal untuk siapa pun yang membaca ini: jika kamu sedang membangun hubungan dengan seseorang, terutama secara online—JUJURLAH dari awal. Karena cinta yang dibangun di atas kebohongan, pasti cepat atau lambat akan runtuh. Dan yang tersisa hanyalah rasa sakit yang sulit dilupakan.


Photo by Gunnar Ridderström on Unsplash