Posted in

TJ, Earphone, dan Laki-Laki yang Nanya Terus

TJ, Earphone, dan Laki-Laki yang Nanya Terus
TJ, Earphone, dan Laki-Laki yang Nanya Terus

Hari itu aku naik TransJakarta seperti biasa. Duduk di kursi dekat jendela, earphone sudah terpasang rapat, playlist favorit mengalun pelan. Lagi asik menatap keluar jendela, tiba-tiba aku merasa ada yang aneh.

Ada seorang laki-laki duduk di sebelahku. Dari tadi dia nengok—bukan sekali dua kali, tapi berkali-kali. Tatapannya nggak cuma sekilas, tapi kayak nyari sesuatu. Atau seseorang?

Aku mulai ngerasa nggak nyaman. Tapi aku nggak mau panik. Nggak mau juga tatap-tatapan, takut makin awkward. Jadi aku pilih liat ke luar jendela lagi, pura-pura menikmati pemandangan yang sebenernya cuma gedung-gedung dan kemacetan Jakarta.

Tiba-tiba, suara samar masuk ke telinga kiri.

“Blablabla…”

Aku lepas satu earphone, nengok dikit.
“Kenapa, Pak?” tanyaku, setengah waspada.

“Orang Bandung?”

Aku agak kaget, tapi tetap tenang.
“Bukan,” jawabku singkat.

“Ooo… kirain orang Bandung. Mirip teman saya.”

Oke. Kirain cuma salah orang. Nggak masalah. Aku angguk sedikit, pasang lagi earphone, dan balik liat jendela.

Tapi belum lima menit, dia nanya lagi.

“Blablabla…”

Aku lepas earphone lagi. Kali ini wajahku pasti udah mulai kelihatan jengah.
“Kenapa, Pak?”

“Orang mana?”

Aku tarik napas sebentar.
“Jogja,” jawabku.

Kupikir udah cukup. Info cukup jelas. Tapi…

“Jogjanya mana?”

ASTAGHFIRULLAH.

Dalam hati aku teriak. Tapi luarannya aku masih berusaha tenang, walau rasanya pengen pura-pura tidur atau teleport langsung ke halte tujuan. Earphone udah kayak alat pertahanan, tapi tetep aja gagal menghalau interogasi random ini.

Begitulah hari itu. Naik TJ dengan bonus obrolan yang nggak aku pesan.


Photo by Georgi Kalaydzhiev on Unsplash