Posted in

Mokondo, Mobil, dan Aku yang Terlalu Cinta

Mokondo, Mobil, dan Aku yang Terlalu Cinta
Mokondo, Mobil, dan Aku yang Terlalu Cinta

Namaku Livia. Tiga tahun lalu, aku terjebak dalam hubungan yang kini kalau diingat rasanya pengen nyubit diri sendiri pakai capit kepiting. Gimana nggak? Tiga tahun pacaran sama cowok bernama Rian – yang sekarang aku sebut “Mokondo Sejati” – dan selama itu pula aku seperti ATM berjalan, tanpa bunga, tanpa batas, dan tanpa logika.

Saat kami mulai pacaran, aku sudah bekerja di kapal sebagai staf akunting. Sementara Rian masih sibuk kuliah—yang entah beneran kuliah atau cuma ngaku doang, karena IPK-nya seperti UFO: katanya ada tapi gak pernah kelihatan. Setiap kali kami jalan, ya aku yang bayar. Makan, nonton, nongkrong? Livia bayar. Bahkan pernah aku lihat dia ngantuk pas makan, mungkin mikir keras mau ngarang alasan buat pinjem duit lagi.

Dari cuma jajan sampai perkara besar, dia nggak malu minta. Termasuk… mobil. Iya, MOBIL.

Aku yang bodoh, terlalu cinta, atau lebih tepatnya dibego-begoin pake kata-kata manis, sampai rela beli mobil Ayla tahun 2019. Mobil itu aku kreditkan atas nama bapaknya dia, dan semuanya—DP, cicilan Rp3,9 juta per bulan—aku yang tanggung. Alasannya waktu itu, “Biar nanti kita bisa nikah, bawa mobil sendiri ke rumah mama kamu, sayang.”
Ya Allah, Livia… 😭

Belum cukup sampai situ. Rian pernah pinjam uang Rp2 juta buat beli HP, katanya buat bantu ngurus kerjaan skripsi. HP-nya beneran dibeli, tapi skripsinya nggak pernah kelar. Dan HP itu? Dipake buat selfie sama cewek lain. Pake mobilku juga! Healing-nya dia ternyata bareng orang lain, bukan LDR-an setia kayak aku yang ngitung hari dan sinyal dari tengah laut.

Cicilan motor? Aku yang tambahin. Bayar kosan? Aku lagi. Pinjaman keluarga dia? Jangan tanya deh.

Yang paling nyakitin adalah waktu kami putus. Aku minta ganti rugi mobil, dan disepakati Rian akan bayar Rp35 juta. Tapi ternyata yang masuk ke rekening cuma Rp30 juta. Pas aku tagih, dia malah ngata-ngatain aku, sebut aku “babi”, dan langsung ngeblok semua kontakku. Hebat ya, aku diservis setia 3 tahun, dia balasnya dengan kutukan gratis.

Plot twist-nya nggak habis di situ. Saudaranya—yang dulunya juga sering minjem uang ke aku—datang ke tempat kerjaku, bawa nada ancaman cuma demi ngambil mobil itu. Mobil yang bahkan bukan atas namaku. Saat itu aku sadar, mereka bukan cuma ngambil uangku. Mereka ngambil harga diriku yang dulu aku pertaruhkan demi cinta buta.

Dan puncaknya, ternyata alasan kami putus itu karena dia selingkuh sama cewek di Kalimantan. Hancur? Banget. Tapi Alhamdulillah, sekarang aku tahu… itu semua bukan akhir.


“Allah ganti semuanya.”
Sekarang aku sudah menikah dengan pria yang benar-benar bertanggung jawab. Mobil dibeli atas namaku. iPhone dikadoin, kebutuhan anak dan aku dicukupi. Diajak healing, bukan disuruh nyicil.
Bukan janji manis, tapi bukti nyata.


Pelajaran buat kalian para perempuan:
Jangan jatuh cinta sampai lupa logika. Jangan pernah buka slip gaji ke pacar, apalagi kalau udah dua digit. Dan paling penting, kalau cowok terlalu manis di awal, pastikan dia bukan mokondo berkedok malaikat.


Photo by Chris Liverani on Unsplash